Monday, 27 October 2008

Laskar Pelangi

Ketika menunggu film ini akan diputar timbul pertanyaan bagaimana film ini akan dibuat? Apakah ada cerita yang dirubah? Dan pertanyaan pamungkas yang refleks keluar adalah mana yang lebih bagus antara novel dengan filmnya?, karena saya memang telah membaca novel Laskar Pelangi. Untuk pertanyaan pamungkas ini sebenarnya menurut saya agak bodoh, karena buku dan film adalah media yang berbeda dan memiliki keunikan yang sangat sulit untuk dikomparasikan.

Akhirnya film pun dimulai. Saya sangat menikmati film ini dan ketika film ini berakhir, satu kata yang ada dibenak saya mengenai film ini ; Cerdas!

Film ini mampu memilih scene mana yang memang penting dan menjadi nyawa dari cerita Laskar Pelangi. Saya ambil contoh misalnya perjalanan Mahar dan Flo dan anak-anak lainnya dalam mencari Tuk Bayan Tula (Dukun paling sakti di Belitong). Dalam film ini tidak digambarkan bagaimana perjalanan mereka mengarungi lautan menuju tempat Tuk Bayan Tula. Padahal dalam novelnya, perjalanan anak-anak ini untuk bisa menuju ketempat Tuk Bayan Tula sangat menarik. Atau juga dalam film ini tidak digambarkan bagaimana Lintang berdebat dengan seorang sarjana muda yang menganggap remeh Lintang. Padahal ketika saya membaca bagaimana Lintang berdebat dengan sarjana muda ini membuat bulu kudu saya merinding membayangkan kecerdasan Lintang. Dan masih banyak cerita lainnya yang tidak digambarkan dalam film ini.

Saya melihat hal ini memang perlu dilakukan diantaranya karena durasi film yang sangat terbatas. Namun cara mengatasi keterbatasan waktu ini yang membuat saya bisa bilang bahwa film ini cerdas. Adalah 3 orang yang menurut saya menjadi kunci dibalik kecerdasan bercerita dalam film ini yaitu Riri Riza sebagai Sutrdara/Co-writer, Mira Lesmana sebagai produser/Co-writer dan Salman Aristo sebagai Writer. 3 orang ini mampu memilih cerita mana yang pantas masuk dalam film tanpa menghilangkan emosi dan inti cerita pada novelnya. Mereka memilih cerita berdasarkan pesan utama dari setiap rangkaian cerita yang ada di novel. Saya kembali ambil contoh tidak adanya cerita perjalanan Mahar dan Flo serta anak-anak lainnya menemui Tuk Bayan Tula karena inti dari cerita ini adalah Jika ingin sukses dan pintar ya harus usaha dan Belajar. Begitu juga cerita perdebatan antara Lintang dan sarjana muda karena yang pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa Lintang adalah anak yang sangat Pintar.

Selain itu film ini juga mampu memvisualisasikan hal-hal yang bersifat psikologis atau perasaan hati tanpa harus terlihat berlebihan. Seperti tentang bagaimana berbunga-bunganya hati Ikal ketika melihat kuku tangan Aling atau pada saat Mahar bernyanyi untuk menghibur Ikal.

Kelemahan minor dalam film ini menurut saya adalah kehadiran tokoh Bodenga yang muncul tiba-tiba dan karakter Flo yang kurang kuat. Akan lebih baik jika pada sebelumnya ada percakapan atau dialog antara anak-anak yang membicarakan Bodenga.

Komparasi
Jika saya membandingkan dengan film “Ayat-Ayat Cinta” yang juga diangkat dari novel maka film Laskar Pelangi memiliki nilai lebih dalam membangun cerita tanpa harus merubah cerita dalam novel. Film Laskar Pelangi tetap mampu memberikan saya emosi yang sama ketika saya membaca novelnya. Akan tetapi Hanung memutuskan untuk merubah cerita novel dalam Ayat-Ayat Cinta pada versi filmnya karena Hanung mencoba “memanusiakan perempuan”. Dalam novelnya karakter Aisha yang diperankan oleh Rianti tidak merasa cemburu sama sekali ketika suaminya harus poligami dengan menikahi Maria. Sedangkan dalam filmnya Aisha sangat cemburu dengan Maria. Itu sebabanya saya katakan “memanusiakan perempuan” karena film ini pasti akan sangat dihujat jika ceritanya tidak dirubah. Karena saya yakin sebagian besar wanita akan bilang “Bohong banget dia sama sekali ngga cemburu….bla…..bla….”

Ada banyak pesan dalam film ini mulai dari persahabatan, kerja keras, cinta dan masalah social lainnya. Namun ada satu pesan yang sangat menggilitik saya yaitu pesan tentang bahwa kepitaran tidak dinilai dari angka-angka sebagaimana system pendidikan yang diterapkan saat ini. Tidak hanya itu pesan tentang bagaima seharusnya peran seorang guru juga sangat menggelitik pikiran saya. Untuk yang satu ini memang sangat berhubungan dengan pengalaman pribadi saya. Dalam film ini guru digambarkan sebagai sosok yang open mind, mememperlakukan murid sebagai manusia, dan tidak bermental feodal (menganggap dirinya paling pintar karena merasa dirinya pintar) seperti kebanyakan sosok guru saat ini. Saya tidak pernah menikmati pendidikan dari sosok guru seperti dalam film Laskar Pelangi

Pada akhirnya sekali lagi saya mengucapkan selamat kepada Riri Riza, Mira Lesmana dan Salman Aristo atas kesuksesan film ini. Semoga film ini dapat memberikan efek positif dalam membuat trend cerita film layer lebar yang akhir-akhir ini sama dengan trend sinetron.

Silahkan menunggu film ini diputar dibioskop kota anda atau menunggu VCDnya beredar, karena sampai dengan tulisan ini diposting saya belum punya link download film laskar pelangim jadi klo pingin download film laskar pelangi silahkan datang kembali ke blog saya beberapa minggu lagi